
Archive for January, 2012
Jose Rizal: Bukan Hanya Sekedar Pahlawan Nasional

Pendidikan: Kita Berada Dalam Gelembung Pendidikan Tinggi

Saya dan Presiden Fidel Ramos: Filosofi “Global, Dynamic, Entrepreneurship”
Tanggal 26 Januari 2012 adalah hari istimewa bagi saya dan Asep Tsauri pada saat mengikuti “2012 International Conference on Business, Entrepreneurship and Management” (ICBEM2012) di San Beda College Manila, Philippines. Hari itu pada saat para tamu sudah memasuki arena konferensi, saya dan Asep sedang ber-narsis ria mendokumentasikan kegiatan ini untuk Universitas Widyatama, COMLABS-ITB dan Pojok Pendidikan. Tiba-tiba, kami lihat sosok yang sudah saya kenal sejak lama dan menjadi idola banyak orang di Filipina dan Asia Tenggara bahkan dunia termasuk saya. Dialah Fidel Valdez Ramos Presiden Filipina ke-12 yang lahir di Lingayen, Pangasinan, Filipina, 18 Maret 1928. Ia menggantikan Corazon Aquino dan mengakhiri jabatan kepresidenannya pada tahun 1998, saat digantikan oleh Joseph Estrada.
Adalah suatu kehormatan dan kebetulan tanggal lahir saya sama dengan beliau yaitu 18 Maret. Beliau beberapa kali mengatakan pada saya kata-kata “Global, Dynamic, Entrepreneurship” dengan penekanan pada nilai-nilai yang mirip dengan “Silaturahmi Mendatangkan Rejeki”. Ya, Fidel Ramos walaupun seorang tentara dengan masa kerja lebih dari 40 tahun, adalah seorang Negarawan yang cinta perdamaian pada semua kalangan. Bahkan ia menceritakan secara menggelitik pertemuannya dengan salah satu tokoh pemerintahan Indonesia yang Muslim dan mengkorelasikannya dengan hubungan kedua negara yang selama ini terjalin dengan baik. Itu dibuktikannya dengan digenggam dan dijabatnya tangan saya selama kurang lebih 20 menit oleh mantan presiden Philipina Fidel V. Ramos sebagai tanda persahabatan dan penghormatan kepada tamu seolah sahabat dekatnya 🙂
Fidel “Eddie” Valdez Ramos (lahir 18 Maret 1928), dikenal sebagai FVR, adalah Presiden Filipina ke-12 1992-1998. Selama enam tahun berkuasa, Ramos dikenal secara luas dan dikagumi oleh banyak orang untuk revitalisasi dan memperbaharui kepercayaan internasional dalam perekonomian Filipina. Sebelum terpilih sebagai presiden, Ramos bertugas di Kabinet Presiden Corazon Aquino, pertama sebagai kepala staf Angkatan Bersenjata Filipina (AFP) dan kemudian, sebagai Sekretaris Pertahanan Nasional 1986-1991.
Selama Revolusi EDSA 1986 yang bersejarah dikenal dengan “People Power”, Ramos atas undangan Menteri Pertahanan Juan Ponce Enrile, dielu-elukan sebagai pahlawan meskipun dia bukan bagian dari rencana banyak orang Filipina karena keputusannya untuk melepaskan diri dari pemerintahan Ferdinand Marcos serta berjanji setia dan loyal kepada pemerintah revolusioner yang baru dibentuk Presiden Aquino, mengikuti kejatuhan Marcos dari kekuasaan pada Februari 1986. Sebelumnya, dia adalah wakil kepala staf AFP di bawah Presiden Marcos.
Di bawah Ramos, Filipina mengalami periode stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi yang cepat dan ekspansif, sebagai akibat dari kebijakan dan program yang dirancang untuk mendorong rekonsiliasi nasional dan persatuan. Ramos mampu mengamankan perjanjian damai besar dengan separatis Muslim, pemberontak komunis dan pemberontak militer, yang didukung kepercayaan investor dalam perekonomian Filipina. Ramos juga agresif mendorong deregulasi industri utama bangsa dan privatisasi aset pemerintah yang buruk. Sebagai hasil pendekatan ekonominya, Filipina dijuluki oleh majalah internasional dan berbagai pengamat sebagai Harimau Berikutnya dari Pertumbuhan Ekonomi Asia.
Namun, momentum dalam keuntungan ekonomi yang dibuat di bawah Administrasi Ramos sempat terganggu selama terjadinya Krisis Keuangan Asia 1997. Namun demikian, selama tahun terakhir istilah, perekonomian berhasil membuat rebound karena tidak parah terkena krisis dibandingkan dengan negara Asia lainnya.
Dia adalah satu-satunya orang Filipina yang menerima Gelar Bangsawan Kehormatan dari Kerajaan Inggris (British Knighthood from the United Kingdom, the GCMG or the Knight Grand Cross of the Most Distinguished Order of St Michael and St George). Ini diberikan kepadanya oleh Ratu Elizabeth II pada tahun 1995 untuk pengabdiannya di bidang politik dan pemerintahan.
Restropeksi: From Zero To Hero (And Back Again To Zero)


Restropeksi: Perbedaan Seorang Pengecut dan Pemberani
The hero and the coward both feel the same thing, but the hero uses his fear, projects it onto his opponent, while the coward runs. It’s the same thing, fear, but it’s what you do with it that matters.D’Amato, Cus
“Dan sejarah mencatat, kisah heroik dibalik kaburnya kapten kapal pesiar Costa Concordia, Francesco Schettino (52). Kepala Pelabuhan Livorno, Gregorio de Falco (48) yang memaki Schettino menjadi salah satu pahlawan diantara kisah heroik lainnya.”
Herru Azhar/0509u014: Peranan Elektronika Dalam Industri

Jenderal Hoegeng: Polisi Yang Tak Pernah Tidur
Barusan saya melihat tayangan ulang sepak terjang almarhum Jendral Hoegeng di @KickAndyShow. Melihat penampilan keluarga amarhum dan sahabat-sahabat beliau, kelihatannya mereka memperoleh “Kenikmatan Yang Tertunda” dan “Sengsara Membawa Nikmat”. Mengapa? Setelah mengalami “pendzoliman” oleh fihak-fihak yang merasa terganggu dengan Niat, Pikiran dan Tindakan (Heart, Head & Hand) untuk memerangi kejahatan dan kemaksiatan, akhirnya almarhum Jendral Hoegeng, keluarga serta sahabat dekat yang satu visi mendapat tempat istimewa di hati masyarakat. Bahkan istri dan keluarganya bisa berangkat ke Hawaii, tempat yang diidamkannya bersama almarhum Jendral Hoegeng, dengan sumbangan dari para donor yang bersimpati dan berterima kasih kepada beliau.
Berikut adalah tulisan Andy F. Noya yang berisi kekagumannya pada Jenderal Hoegeng:
Suatu hari, seorang teman lama menelepon saya. Dia menceritakan kisah yang membuat hati saya tersentak lalu tergerak. Cerita tentang istri almarhum mantan Kapolri Jenderal Hoegeng Iman Santoso. Menurut teman saya, ketika Pak Hoegeng masih hidup, dia pernah berjanji suatu hari kelak, jika punya uang, dia akan mengajak istrinya ke Hawai, Amerika Serikat. Mengapa Hawai? Karena mereka berdua begitu mencintai lagu-lagu “irama lautan teduh”.
Hoegeng dan Merry Roeslani, sang istri, sejak muda memang sangat menyukai musik hawaian. Kecintaan pada jenis musik tersebut mendorong mereka menghidupkan kembali kelompok musik Hawaian Seniors yang dulu pernah dibentuk Hoegeng semasa remaja. Mereka bahkan tampil sebulan sekali di TVRI dan merupakan program yang sangat diminati pada tahun 1970-an.
Namun apa mau dikata. Sebelum janji itu bisa dipenuhi, sang jenderal yang jujur dan sederhana itu lebih dulu dipanggil Tuhan. Hoegeng pergi selama-lamanya tanpa sempat mengajak sang istri menginjak pasir Waikiki Beach di Hawai yang terkenal itu. Hoegeng juga tak pernah sempat mengajak Merry melihat penari hula-hula asli di pulau tersebut. Karena itu, saya bisa membayangkan betapa sedih hati Ibu Merry.
Bagi Anda yang mungkin lupa, selama menjadi Kapolri, Pak Hoegeng setiap akhir bulan tampil bermain musik bersama Hawaian Seniors membawakan lagu-lagu irama lautan teduh. Duet Hoegeng dan Merry sanggup menyihir penonton televisi pada tahun 1970-an.
Bahkan penampilannya di TVRI waktu itu terus berlanjut walau Pak Hoegeng sudah pensiun. Hingga pada 1978, Hawaian Seniors “dicekal” tidak boleh tampil di TVRI oleh penguasa Orde Baru. Tidak pernah jelas mengapa. Alasan “resminya” karena acara tersebut dinilai tidak sesuai dengan budaya Indonesia. Tetapi diduga pencekalan itu berkaitan dengan keikutsertaan Pak Hoegeng menandatangani “Petisi 50” yang berisi kritikan keras terhadap Pak Harto.
Pencekalan terjadi setelah Pak Hoegeng, Ibu Merry, dan Hawaian Seniors sepuluh tahun tampil menghibur di TVRI. Waktu yang cukup lama. Tetapi, percaya atau tidak, selama itu pula belum pernah sekalipun Ibu Mery menginjakkan kakinya di pasir Waikiki Beach yang terkenal itu. Padahal, sebagai Kapolri, Pak Hoegeng sudah pernah tiga kali bertugas ke Amerika dan sempat mampir di Hawai.
Ibu Merry tidak pernah ikut karena Pak Hoegeng memiliki prinsip yang sangat teguh: selama melakukan perjalanan dinas, istri dan anak-anak tidak boleh ikut “numpang” fasilitas kantor “Dia tidak pernah mengijinkan saya dan anak-anak memanfaatkan kesempatan menggunakan fasilitas dinas,” ungkap Ibu Mery. “Sementara untuk beli tiket dengan uang sendiri kami tidak mampu.”
Ironis memang. Sulit dipercaya ada orang sejujur Pak Hoegeng di negeri ini. Tak heran jika kemudian muncul idiom: Di Indonesia hanya ada tiga polisi yang jujur. Polisi tidur, patung polisi, dan Hoegeng. Begitu jujurnya sampai ketika meninggal tak banyak harta benda yang dia tinggalkan untuk keluarganya. Bahkan setelah 32 tahun mengabdi di kepolisian, uang pensiun yang diterima Pak Hoegeng cuma Rp 10 ribu.
Kawan saya menilai kisah tentang Ibu Mery tersebut layak diangkat di Kick Andy. Agar banyak pihak terbuka matanya bahwa di negeri ini ada sebuah ironi. Ironi kehidupan seorang pejabat yang jujur dan seorang istri yang tabah.
Setelah mendengar kisah tentang Pak Hoegeng dan Ibu Merry, ada “panggilan” yang begitu kuat di dalam dada. Panggilan untuk mewujudkan mimpi Ibu Merry. Mimpi untuk bisa menginjakkan kaki di Pantai Waikiki. Dalam usianya yang sudah di atas 80 tahun, mungkin ini permintaan terakhir yang akan dikenangnya sebelum Tuhan memanggilnya.
Tapi, jujur saja, saya sempat ragu apakah bisa mewujudkan mimpi tersebut. Terutama ketika mendengar cerita bahwa sudah dua kali Ibu Merry ditolak ketika mengajukan visa ke kedutaan besar Amerika Serikat. Tak ada penjelasan mengapa permohonannya ditolak. Sejak penolakan yang kedua, Ibu Merry sudah mengubur dalam-dalam impiannya untuk bisa melihat Hawai.
Saya mencoba menghubungi pihak kedutaan Amerika dan menjelaskan keinginan saya untuk membantu Ibu Merry guna mendapatkan visa. Saya berusaha menjelaskan siapa Pak Hoegeng dan kisah tentang mimpi Ibu Merry untuk bisa menginjakkan kaki di pulau yang selama ini hanya dikenalnya melalui gambar dan cerita-cerita orang.
Pihak kedutaan Amerika mengatakan tidak berjanji dapat mengabulkan permintaan saya itu. Mereka menegaskan adanya peraturan keras dari pemerintah Amerika yang tidak pandang bulu. Saya katakan kepada mereka saya bisa memahami dan tidak akan memaksa. Saya hanya ingin menyenangkan hati seorang wanita luar biasa yang selama hidupnya banyak mengalami kepahitan hidup. Apa salahnya di ujung hidupnya, sekali ini, dia dapat mereguk kebahagiaan. Apalagi ada kemungkinan ini adalah “last wish” atau permintaan terakhirnya.
Akhirnya, kisah tentang Pak Hoegeng, Hawaian Senior, dan Ibu Merry saya angkat di Kick Andy. Pada bagian akhir acara, kepada Ibu Merry saya tanyakan tentang apa keinginannya yang belum terwujud. Dengan suara pelan, sembari menghela nafasnya, Ibu Merry bercerita tentang kerinduannya untuk bisa ke Hawai. Kerinduan yang sudah dikuburnya.
Dua kali visanya ditolak dan keuangan yang terbatas, membuatnya pasrah. Dia juga harus mengubur impiannya untuk bertemu dengan sahabatnya Mukiana, perempuan asal Hawai, yang sangat dirindukannya. Sudah tiga puluh tahun lamanya mereka tidak berjumpa. Mukiana pernah tinggal di Indonesia selama enam tahun dan bersama-sama menari dan bernyanyi di acara Hawaian Seniors.
Di ujung acara Kick Andy saya menyambungkan hubungan telepon antara Keala Mohikana dan Ibu Merry. Tampak Ibu Merry terkejut mendapat sambungan langsung dengan sahabat yang dirindukannya itu. Ibu Merry lalu menanyakan kapan Keala Mohikana bisa ke Jakarta. Tapi, pada pertengahan pembicaraan, tiba-tiba Keana Mohikana muncul dari balik panggung. Ibu Merry tertegun seakan tak percaya. Sahabatnya itu kini berada tepat di depannya. Kedua wanita tua itu lalu saling berpelukan melepas rindu.
Belum sempat Ibu Merry meredakan rasa harunya, tiba-tiba Aditya, putra Ibu Merry, mengeluarkan visa dari kantongnya. Tuhan maha besar. Kedutaan Amerika kali ini meloloskan Ibu Merry dan juga Aditya untuk masuk wilayah Amerika. Mereka berdua mendapat visa!
Selesai sampai di situ? Belum. Kepada Ibu Mery, saya serahkan sebuah amplop. Isinya kemudian dibaca oleh Ibu Merry: tiket pulang pergi Jakarta-Hawai-Jakarta. Maka sempurnalah perjuangan saya, teman saya, dan Aditya untuk memberikan “hadiah” paling indah dalam hidup Ibu Merry, yakni kesempatan pergi ke Hawai.
Sejumlah penonton di studio tak kuasa menahan haru. Mereka menitikan air mata. Apalagi saat Aditya menunjukkan visa dan kemudian Ibu Merry menerima tiket ke Hawai yang dipersembahkan Surya Paloh, pemilik Metro TV.
Seusai rekaman Kick Andy, semalaman saya tidak bisa tidur. Hati rasanya bahagia sekali. Semua upaya dan jerih payah terbayar sudah. Kalau melihat ke belakang, rasanya semua itu tidak mungkin terjadi. Mulai dari upaya teman saya mendatangkan Mukiana ke Jakarta, usaha untuk mendapatkan visa yang sudah dua kali ditolak, sampai tiket ke Hawai pemberian Surya Paloh, semua berjalan tanpa hambatan. Tuhan maha besar.
(Sebagian Dikutip dari Sumber: http://www.kickandy.com)
Formula Einstein dan Penerapannya Pada Prinsip Ekonomi
Formula Einstein E = mc2 dapat diterapkan pada prinsip ekonomi. Dengan sedikit adaptasi teori, kita ketahui, perubahan salah satu kekuatan/energi ekonomi ke bentuk lain dari kekuatan/energi ekonomi tidak dapat mengubah jumlah total ekonomi. Prinsip dasar ekonomi yang mengambil keuntungan/laba besar dari modal/saham kecil hanya dapat diterapkan pada waktu dan atau wilayah sangat terbatas.
Pada jurnal berjudul “The Great Depression. George Bush vs Einstein on economic policy“, dikatakan bahwa Albert Einstein adalah salah satu matematikawan terbesar abad sebelum ini. Jurnal tersebut menentang klaim yang dilakukan oleh Ronald Reagan atau George W. Bush perihal pertumbuhan ekonomi. Ayahnya, George Bush Senior, menyebut “teori ekonomi menetes turun” (trickle down economic theory) sebagai ‘ekonomi voodoo’ ketika ia menantang Reagan untuk nominasi partainya, tapi menjadi diam setelah terpilih menjadi Wakil Presiden. Menurut Einstein “teori ekonomi menetes turun” (trickle down economic theory) adalah kebijakan ekonomi yang tidak layak sama sekali, juga bukan cara untuk menciptakan pekerjaan. Ini hanya transfer atau pemindahan kekayaan, dengan konsekuensi bencana, termasuk pada akhirnya hilangnya manfaat dan keuntungan bagi banyak fihak. Reaganomics, seperti yang akhirnya disebut, membutuhkan waktu sekitar lima belas tahun untuk mulai menghancurkan perekonomian sehingga berdampak berdasarkan pengalaman kita sekarang.
“Depresi Besar (Great Depression)” adalah kejadian yang biasa dalam perekonomian Amerika tahun 1800-an, berulang secara berkala sepanjang abad, membawa kesedihan bagi bangsa di dunia lagi dan lagi. Depresi Besar yang paling terkenal, dimana orang biasanya merujuk ke saat menggunakan istilah, adalah depresi terkenal yang berlangsung sepanjang dekade tiga puluhan. Karena analisis ekonomi melibatkan matematika dan angka-angka, Albert Einstein menggunakan bakatnya untuk menganalisis penyebab “Depresi Besar” ini. Apa yang dia temukan adalah bahwa Depresi Besar disebabkan oleh apa yang disebut sebagai ‘pekerja yang dibayar murah serta tidak memberikan pasar yang menguntungkan’ (yang menyebabkan hilangnya keuntungan dan aset di zaman itu) serta “motif keuntungan, dalam hubungannya dengan kompetisi di antara kapitalis yang bertanggung jawab dalam akumulasi ketidakstabilan dan penggunaan modal yang mengarah ke depresi semakin parah”.
Apa yang dimaksud di sini adalah begitu banyak uang menumpuk di atas karena para kapitalis bersaing keras untuk siapa yang dapat menjadi terkaya yang akhirnya bagian bawah perekonomian jatuh dan ambruk, dimana pasar tidak lagi dapat didukung karena ketidakseimbangan dalam distribusi kekayaan. Hal ini menghasilkan kejenuhan barang di pasar yang tidak dapat dijual yang menghasilkan deflasi harga serta mengakibatkan hilangnya keuntungan selanjutnya pemutusan hubungan kerja (PHK) yang kemudian mengarah ke kerusakan lebih lanjut di pasar sebagai spiral ekonomi yang mengarah menjadi bencana. Depresi besar tidak disebabkan ketika gelembung pasar saham meledak, melainkan ledakan gelembung hanyalah reaksi terhadap keruntuhan di pasar (gejala dan bukan sebab). Depresi Besar disebabkan oleh transfer besar kekayaan pada sebuah minoritas kecil di puncak piramida, yang seperti Einstein mengatakan, penyebab ‘ketidakstabilan’ dalam ‘pemanfaatan modal’ yang kemudian menghasilkan ‘depresi semakin parah’ dengan keparahan depresi berkorelasi langsung dengan tingkat ketidaksetaraan pendapatan yang telah berkembang di masyarakat.
Telematika: “Business Intelligence” Sebagai Penunjang Keputusan Bisnis
Business Intelligence (BI) merupakan suatu proses untuk melakukan ekstraksi data-data operasional perusahaan dan mengumpulkannya dalam sebuah “data warehouse”. Selanjutnya “data warehouse” diproses menggunakan berbagai analisis statistik [atau data mining] sehingga dapat diperoleh berbagai kecenderungan atau pola data. Hasil penyederhanaan data dan informasi tersebut disajikan kepada “end user” yang biasanya merupakan pengambil keputusan. Disini dapat diambil keputusan berdasarkan fakta-fakta aktual serta tidak hanya mengandalkan intuisi dan pengalaman kuantitatif belaka.
Business Intelligence (BI) merupakan aplikasi dan teknologi untuk mengumpulkan, menyimpan, menganalisis dan menyediakan akses ke data dan informasi untuk membantu penggunanya dalam mengambil keputusan bisnis dengan lebih baik.Aplikasi ini mencakup beberapa aktivitas sistempendukung keputusan, seperti: query, reporting, OnLine Analytical Processing (OLAP), “Statistical Analysis”, “Forecasting” dan “Data Mining”.
Business Intelligence (BI) akan berfungsi sebagai analis dan sekaligus memberikan rekomendasi pada pengguna terhadap tindakan yang sebaiknya diambil. BI berfungsi sebagai “Dashboard” dimana penggunanya akan cepat mengenali penyimpangan-penyimpangan pada perusahaan sekaligus dengan penyebabnya sebelum hal tersebut berkembang menjadi masalah yang serius.
Business Intelligence (BI) memberikan ukuran-ukuran yang dapat menentukan kinerja organisasi. Analogi dengan menggunakan “Dashboard” mobil:
- BI memberikan informasi kondisi internal, seperti halnya suhu pada kendaraan.
- BI memberikan sinyal-sinyal pada pengemudi bilaterjadi kesalahan pada kendaraan, seperti bila bensin akan habis pada kendaraan.
- Semuanya berguna bagi pengemudi agar mampu mengendalikan kendaraannya dengan lebih baik dan mampu membuat keputusan yang tepat dengan lebih cepat.
- Membutuhkan biaya yang relatif murah dalampengadaannya.
- Proses pembuatan laporan dapat dilakukan dengancepat
- Adanya “Graphic User Interface (GUI)” yang dapat dibentuk sesuai selera.
- Mampu meminimalisasi masalah-masalah teknis,terutama terkait dengan human error.
- Mudah dalam mengintegrasikan data dan informasi
- Adanya konsolidasi informasi, karena data diolah dalam satu platform.
- Adanya respon yang cepat, sehingga dapat digunakan untuk mengantisipasi suatu kejadian.