


Pada saat ini bangsa kita sedang dalam tahapan rekonstruksi setelah mengalami krisis ekonomi, sosial, dan politik yang terburuk pada tiga tahun terakhir ini. Kepercayaan masyarakat kepada lembaga-lembaga formal amat tipis, bahkan kepercayaan antar kelompok-kelompok dalam masyarakatpun terkikis. Sedangkan gejala disintegrasi bangsa mengancam persatuan dan kesatuan bangsa kita. Upaya rekonstruksi diharapkan dapat membawa bangsa kita menjadi suatu masyarakat madani yang bersatu dalam negara Republik Indonesia.
Memasuki milenium ketiga, globalisasi yang semula merupakan suatu kecenderungan telah menjadi suatu realitas, sedangkan alternatifnya adalah pengucilan dari kancah pergaulan antar bangsa. Globalisasi menuntut adanya berbagai macam standar, pengaturan, kewajiban, dan sekaligus juga memberi hak kepada anggota masyarakat global. Berbagai aturan dikenakan secara global (misalnya, WTO, IMF, UN, dan lain-lain). Tuntutan berkompetisi, dan sekaligus berkolaborasi, memaksa kita untuk terus menerus meningkatkan daya saing bangsa kita, baik dalam pasar lokal, regional, maupun dalam pasar global.
Sementara itu, era reformasi memungkinkan kita untuk menelaah dan memperbaiki dampak negatif dari sentralisasi yang berlebihan di masa lalu. Pola sentralisasi selain mengabaikan inisiatif masyarakat, juga cenderung meniadakan proses pengambilan keputusan yang didasarkan pada kriteria obyektif berdasarkan data dan informasi. Setelah beberapa dasawarsa di bawah pemerintahan tersentralisasi, kebijakan pucuk pimpinan seringkali menjadi satu-satunya acuan yang harus diikuti. Akibatnya, keputusan lebih banyak dilakukan atas dasar kesesuaian dengan kebijakan atasan daripada berdasarkan fakta dan informasi, sehingga informasi yang dikumpulkan dari lapangan menjadi kurang dihargai.
Selain masalah-masalah tersebut di atas, perkembangan teknologi juga memberikan tantangan tersendiri pada berbagai aspek kehidupan sehari-hari. Salah satu teknologi yang berkembang pesat dan perlu dicermati adalah teknologi informasi. Tanpa penguasaan dan pemahaman akan Teknologi Telematika ini, tantangan globalisasi akan menyebabkan ketergantungan yang tinggi terhadap pihak lain dan hilangnya kesempatan untuk bersaing karena minimnya pemanfaatan teknologi informasi sebagai alat bantu dalam Kepemimpinan Bangsa. Mengingat perkembangan Teknologi Telematika yang demikian pesat, maka upaya pengembangan dan penguasaan Teknologi Telematika yang didasarkan pada kebutuhan sendiri haruslah mendapat perhatian maupun prioritas yang utama untuk dapat menjadi masyarakat yang lebih maju.
Dengan tantangan yang beragam seperti itu, Pemerintah Republik Indonesia harus terus melakukan upaya-upaya untuk mengatasinya dan mengantisipasi langkah-langkah yang terbaik untuk bangsa Indonesia. Salah satu yang menjadi perhatian adalah bagaimana Teknologi Telematika (untuk selanjutnya akan disingkat TI atau IT-Information Technology) dapat berperan dalam langkah-langkah yang sedang, dan akan dilakukan dalam menghadapi tantangan-tantangan tersebut.
<iframe width=”600″ height=”450″ src=”http://www.youtube.com/embed/82tR63FQnMw” frameborder=”0″ allowfullscreen></iframe>
Dikutip dari Jurnal “Mengintegrasikan Teknologi Pembelajaran ke dalam Pendidikan Tinggi” karya David M. Antonacci University of Missouri-Kansas City IS 11 Desember 2002:
“Perguruan tinggi dan universitas melakukan investasi yang cukup besar yang berhubungan dengan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk mendukung dan meningkatkan instruksional (Massy & Zemsky, 1996). Namun, kebanyakan dosen tidak menggunakan teknologi dalam kuliah mereka (Dewa & Miller, 2001). Perlu langkah strategis untuk mengintegrasikan teknologi ke dalam pembelajaran pendidikan tinggi.
Dalam literatur, penting meneliti hambatan atau rintangan menghambat integrasi teknologi ke dalam pembelajaran. Berdasarkan literatur dan pengalaman praktisi, Leggett & Persichitte (1998) mengidentifikasi lima kategori hambatan untuk integrasi teknologi: waktu, keahlian, akses, sumber daya, dan dukungan.
PL Rogers (2000) mengidentifikasi hambatan yang sama dan mengembangkan model untuk memvisualisasikan hubungan antara hambatan itu. Dalam model ini, sikap dan persepsi pemangku kepentingan terhadap teknologi, penggunaannya dalam pendidikan, dan kelembagaan mendukung menentukan apa yang akan dipertimbangkan.
Setelah itu ditetapkan, tiga hambatan eksternal yang dapat memperlambat atau menghentikan pelaksanaannya: ketersediaan dan akses, dukungan teknis, dan stakeholder pembangunan. Juga, waktu dan dana mempengaruhi tiga hambatan itu.
Untuk lengkapnya bisa dibaca di:
[youtube http://www.youtube.com/watch?v=nJ0nlh5FU5A&w=600&h=400]
Proses dan Peran Pendidikan Berubah yang berkaitan dengan perubahan sosial. Bentuk-bentuk perubahan sosial juga berhubungan dengan Permasalahan Pendidikan saat ini.
Pendidik Sebagai Ujung Tombak harus punya Visi Pembelajaran Profesional. Mereka harus berlandaskan Pendidikan untuk Nilai Kebenaran. Serta tahu Pengetahuan apa yang penting bagi anak didiknya.
Peran Pendidik Kreatif harus membentuk anak didik “Menjadi Laskar Pelangi Pendidikan”. Mereka Menghargai Bukan “Mematikan” dengan “Encouragement!, Light and Educational Fire”. Pada akhirnya Pendidik Kreatif akan menciptakan Kemenangan Bersama
Pendidik Kreatif selalu berusaha bertindak sebagai Tuan Rumah Pengetahuan memasuki Ruang Ilmu yang anak didik inginkan. Mereka siap menjadi Koki Pembelajaran di mana saja sehingga “Present class is not necessary limited by the wall but the teacher/lecturer it self is place and resources of learning”
Pendidik Kreatif selalu “Focus on Solution not Problem”. Mereka selalu mengkhidmati “Pendidikan Adalah Benteng Terakhir Peradaban Manusia”.
[slideshare id=7772197&doc=presentasipojokpendidikan-meetup-28apr2011-110428205508-phpapp02]
Lingkungan yang memberikan kesempatan bagi teknologi informasi untuk berperan dalam mendukung proses pembelajaran
Mengapa menggunakan E-Learning ?
Hal ini sesuai dengan artikel New Wave Marketing – Marketeers [LIVE INTERVIEW] – E-LEARNING UNTUK INDONESIA yang mengatakan:
Mungkin banyak yang memandang e-learning hanya dari satu sudut saja. Yaps, electronic learning, hanya itu yang umumnya orang ketahui, dan e-learning sebenarnya lebih dari itu. E-Learning adalah sebuah konsep belajar digital yang berisi tentang banyak hal dan tidak dapat dilihat dari perspektif kecil saja. Di luar negeri, konsep e-learning ini sudah banyak digunakan, dan sangat mudah didapatkan, ada yang bersifat gratis, hingga bersifat bisnis, sesuai dengan kebutuhan dari si pengguna.
Namun demikian “Berhasilnya suatu sistem e-learning, tergantung pada keberagaman dan keberlangsungan konten yang sesuai dengan kebutuhan”
Artikel Terkait:
<iframe width=”600″ height=”400″ src=”http://www.youtube.com/embed/sxUQsKxcOYM” frameborder=”0″ allowfullscreen></iframe>